Wednesday, 26 December 2012

ULAMAK KE NIK AZIZ????

 

 

Ciri-ciri ‘Ulama.

 
 
 


ciri-ciri ulama yang benar adalah sangat penting. Kerana di negara kita, ramai orang yang hanya kerana pandai berbicara dan melawak, sudah boleh dianggap sebagai ulama. Padahal ada di antara mereka setelah memiliki pengikut yang banyak kemudian berubah haluan menjadi seorang politikus.


Gelaran ulama bukanlah gelaran yang mudah untuk disandang dan dipamer dalam bingkaian nama seseorang. Akan tetapi merupakan pemberian dari Allah  kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Ulama bukanlah suatu gelaran yang boleh dicari dalam jenjang pendidikan tinggi dengan nilai ijazah yang mumtaz (terbaik), bukan pula gelaran yang dicari dan didapatkan dengan jumlah pengikut yang setia dan banyak. 


Sekali lagi, ia adalah pemberian Allah kepada siapa yang diredhai-Nya. Jika demikian, jangan anda salah alamat untuk mencarinya. Carilah di tangan pemiliknya yaitu Allah , dengan cara yang telah digariskan di dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi . Jika cara demikian yang ditempuh, Anda akan mendapatkan gelaran ulama yang hakiki, bukan buatan dan bukan hasil sogokan.


Siapa yang dinamakan Ulama?


Terdapat beberapa ungkapan ulama dalam mendefinisikan ulama. Ibnu Juraij  menukilkan (pendapat) dari ‘Atha, beliau berkata: “Barangsiapa yang mengenal Allah, maka dia adalah orang alim.” (Jami’ Bayan Ilmu wa Fadhlih, hal. 2/49)

Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin  dalam kitab beliau Kitabul ‘Ilmi mengatakan: “Ulama adalah orang yang ilmunya menyampaikan mereka kepada sifat takut kepada Allah.” (Kitabul ‘Ilmi hal. 147)


Badruddin Al-Kinani tmengatakan: “Mereka (para ulama) adalah orang-orang yang menjelaskan segala apa yang dihalalkan dan diharamkan, dan mengajak kepada kebaikan serta menafikan segala bentuk kemudharatan.” (Tadzkiratus Sami’ hal. 31)

 
Abdus Salam bin Barjas  mengatakan: “Orang yang pantas untuk disebut sebagai orang alim jumlahnya sangat sedikit sekali dan tidak berlebihan kalau kita mengatakan jarang. Yang demikian itu kerana sifat-sifat orang alim nya tidak akan terwujud pada diri orang-orang yang menisbahkan diri kepada ilmu pada masa  ini. 


Bukan dinamakan alim bila sekadar fasih dalam berbicara atau pandai menulis, orang yang menyebarluaskan karya-karya atau orang yang men-tahqiq kitab-kitab yang masih dalam tulisan tangan. Kalau orang alim ditimbang dengan ini, maka cukup (terlalu banyak orang alim). Akan tetapi penggambaran seperti inilah yang banyak menancap di benak orang-orang yang tidak berilmu.


 Oleh kerana itu banyak orang tertipu dengan kefasihan seseorang dan tertipu dengan kepandaian berkarya tulis, padahal ia bukan ulama. Ini semua menjadikan orang-orang takjub. 


Orang alim hakiki adalah yang mendalami ilmu agama, mengetahui hukum-hukum Al  Quran dan As  Sunnah. Mengetahui ilmu ushul fiqih seperti nasikh dan mansukh, mutlak, muqayyad, mujmal, mufassar, dan juga orang-orang yang menggali ucapan-ucapan salaf terhadap apa yang mereka perselisihkan.” (Wujubul Irtibath bi ‘Ulama, hal. 8)


Allah  menjelaskan ciri khas seorang ulama yang membedakan dengan kebanyakan orang yang mengaku berilmu atau yang diakui sebagai ulama bahkan waliyullah. Dia berfirman:

“Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah adalah ulama.” (Fathir: 28)


Ciri-ciri Ulama


Pembahasan ini bertujuan untuk mengetahui siapa sesungguhnya yang pantas untuk menyandang gelaran ulama dan bagaimana besar jasa mereka dalam menyelamatkan Islam dan muslimin daripada penyeleweng agama, mulai dari masa terbaik umat yaitu generasi sahabat hingga masa kita sekarang.

 
Pembahasan ini juga bertujuan untuk memberi gambaran (yang benar) kepada sebahagian muslimin yang telah memberikan gelaran ulama kepada orang yang tidak pantas untuk menyandangnya.
 

a.    Sebahagian kaum muslimin ada yang meremehkan hak-hak ulama. Di sisi mereka, yang dinamakan ulama adalah orang yang pandai bersilat lidah dan memperindah perkataannya dengan cerita-cerita, syair-syair, atau ilmu-ilmu pelembut hati.

 
b.    Sebahagian kaum muslimin menganggap ulama itu adalah orang yang mengerti realiti hidup dan yang mendalaminya, orang-orang yang berani menentang pemerintah -meskipun tanpa petunjuk ilmu.
 


c.    Di antara mereka ada yang menganggap ulama adalah  kutu buku, meskipun tidak memahami apa yang dikandungnya sebagaimana yang dipahami generasi salaf.
 


d.    Di antara mereka ada yang menganggap ulama adalah orang yang pindah dari satu tempat ke tempat lain dengan alasan mendakwahi manusia. Mereka mengatakan kita tidak perlu kepada kitab-kitab, kita perlu kepada da’i dan dakwah.
 


e.    Sebahagian muslimin tidak boleh membedakan antara orang alim dengan pendongeng dan juru nasihat, serta antara penuntut ilmu dan ulama. Di sisi mereka, para pendongeng itu adalah ulama tempat bertanya dan menimba ilmu.

 
Di antara ciri-ciri ulama adalah:


1.    Ibnu Rajab Al-Hambali mengatakan: “Mereka adalah orang-orang yang tidak menginginkan kedudukan, dan membenci segala bentuk pujian serta tidak menyombongkan diri atas seorang pun.” 


Al-Hasan mengatakan: “Orang faqih adalah orang yang zuhud terhadap dunia dan cinta kepada akhirat, bashirah (berilmu) tentang agamanya dan senantiasa dalam beribadah kepada Rabb-nya.” 


Dalam riwayat lain: “Orang yang tidak hasad kepada seorang pun yang berada di atasnya dan tidak menghinakan orang yang ada di bawahnya dan tidak mengambil upah sedikitpun dalam menyampaikan ilmu Allah.” (Al-Khithabul Minbariyyah, 1/177)
 

.    Ibnu Rajab Al-Hambali  mengatakan: “Mereka adalah orang yang tidak mengaku-aku berilmu, tidak bangga dengan ilmunya atas seorang pun, dan tidak serampangan menghukumi orang yang jahil sebagai orang yang menyelisihi As-Sunnah.”

 
3.    Ibnu Rajab  mengatakan: “Mereka adalah orang yang berburuk sangka kepada diri mereka sendiri dan berbaik sangka kepada ulama salaf. Dan mereka mengakui ulama-ulama pendahulu mereka serta mengakui bahwa mereka tidak akan sampai mencapai darjat mereka atau mendekatinya.”
 

4.    Mereka berpendapat bahwa kebenaran dan hidayah ada dalam mengikuti apa-apa yang diturunkan Allah . Allah  berfirman:

“Dan orang-orang yang diberikan ilmu memandang bahwa apa yang telah diturunkan kepadamu (Muhammad) dari Rabb-mu adalah kebenaran dan akan membimbing kepada jalan Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Terpuji.” (Saba: 6)

 
5.    Mereka adalah orang yang paling memahami segala bentuk permisalan yang dibuat Allah  di dalam Al Qur’an, bahkan apa yang dimaukan oleh Allah dan Rasul-Nya. Allah berfirman:
“Demikianlah permisalan-permisalan yang dibuat oleh Allah bagi manusia dan tidak ada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.” (Al-’Ankabut: 43)
 

6.    Mereka adalah orang-orang yang memiliki keahlian melakukan istinbath(mengambil hukum)  dan memahaminya.  Allah  berfirman:

“Apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan atau ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Kalau mereka menyerahkan kepada rasul dan ulil amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang  mampu mengambil hukum (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (rasul dan ulil amri). Kalau tidak dengan kurnia dan rahmat dari Allah kepada kami, tentulah kalian mengikuti syaitan kecuali sedikit saja.” (An-Nisa: 83)
 

7.    Mereka adalah orang-orang yang tunduk dan khusyu’ dalam merealisasikan perintah-perintah Allah. Allah  berfirman:


“Katakanlah: ‘Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata: “Maha Suci Tuhan kami; sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi”. Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’.” (Al-Isra: 107-109) [Mu’amalatul ‘Ulama karya Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Umar bin Salim Bazmul, Wujub Al-Irtibath bil ‘Ulama karya Asy-Syaikh Hasan bin Qasim Ar-Rimi]

 
Inilah beberapa sifat ulama hakiki yang dimaukan oleh Allah  di dalam Al-Qur’an dan Rasulullah  di dalam Sunnahnya. Dengan semua ini, jelaslah orang yang berpura-pura berpenampilan ulama dan berbaju dengan pakaian mereka padahal tidak pantas memakainya. Semua ini membeberkan hakikat ulama ahlul bid’ah yang mana mereka bukan sebagai penyandang gelaran ini. Dari Al-Quran dan As-Sunnah mereka jauh dan dari manhaj salaf mereka keluar.

Contoh-contoh Ulama Rabbani

Pembahasan ini bukan membatasi mereka akan tetapi sebagai permisalan hidup ulama walau mereka telah menghadap Allah. Mereka hidup dengan jasa-jasa mereka terhadap Islam dan muslimin dan mereka hidup dengan karya-karya peninggalan mereka.


1.    Generasi shahabat yang langsung dipimpin oleh empat khalifah Ar-Rasyidin: Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, dan ‘Ali.

2.    Generasi tabiin dan di antara tokoh mereka adalah Sa’id bin Al-Musayyib (meninggal setelah tahun 90 H), ‘Urwah bin Az-Zubair (meninggal tahun 93 H), ‘Ali bin Husain Zainal Abidin (meninggal tahun 93 H), Muhammad bin Al-Hanafiyyah (meninggal tahun 80 H), ‘Ubaidullah bin Abdullah bin ‘Utbah bin Mas’ud (meninggal tahun 94 H atau setelahnya), Salim bin Abdullah bin ‘Umar (meninggal tahun 106 H), Al-Hasan Al-Basri (meninggal tahun 110 H), Muhammad bin Sirin (meninggal tahun 110 H), ‘Umar bin Abdul ‘Aziz (meninggal tahun 101 H), dan Muhammad bin Syihab Az-Zuhri (meninggal tahun 125 H).
 

3.   Generasi atba’ at-tabi’in dan di antara tokoh-tokohnya adalah Al-Imam Malik (179 H), Al-Auza’i (107 H), Sufyan bin Sa’id Ats-Tsauri (161 H), Sufyan bin ‘Uyainah (198 H), Ismail bin ‘Ulayyah (193 H), Al-Laits bin Sa’d (175 H), dan Abu Hanifah An-Nu’man (150 H).
 

4.    Generasi setelah mereka, di antara tokohnya adalah Abdullah bin Al-Mubarak (181 H), Waki’ bin Jarrah (197 H), Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i (203 H), Abdurrahman bin Mahdi (198 H), Yahya bin Sa’id Al-Qaththan (198 H), ‘Affan bin Muslim (219 H).

 
5.    Murid-murid mereka, di antara tokohnya adalah Al-Imam Ahmad bin Hanbal (241 H), Yahya bin Ma’in (233 H), ‘Ali bin Al-Madini (234 H).
 

6.    Murid-murid mereka seperti Al-Imam Bukhari (256 H), Al-Imam Muslim (261 H), Abu Hatim (277 H), Abu Zur’ah (264 H), Abu Dawud (275 H), At-Tirmidzi (279 H), dan An-Nasai (303 H).
 

7.    Generasi setelah mereka, di antaranya Ibnu Jarir (310 H), Ibnu Khuzaimah (311 H), Ad-Daruquthni (385 H), Al-Khathib Al-Baghdadi (463 H), Ibnu Abdil Bar An-Numairi (463 H).
 

8.    Generasi setelah mereka, di antaranya adalah Abdul Ghani Al-Maqdisi, Ibnu Qudamah (620 H), Ibnu Shalah (643 H), Ibnu Taimiyah (728 H), Al-Mizzi (743 H), Adz-Dzahabi (748 H), Ibnu Katsir (774 H) berikut para ulama yang semasa mereka atau murid-murid mereka yang mengikuti manhaj mereka dalam berpegang dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah sampai pada hari ini.
 

9.    Contoh ulama di masa ini adalah Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz,Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin, Asy-Syaikh Muhammad Aman Al-Jami, Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i,  dan selain mereka dari ulama yang telah meninggal di masa kita.

 Berikutnya Asy-Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi, Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, Asy-Syaikh Zaid Al-Madkhali, Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz Alu Syaikh, Asy-Syaikh Abdul Muhsin Al-’Abbad, Asy-Syaikh Al-Ghudayyan, Asy-Syaikh Shalih Al-Luhaidan, Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali, Asy-Syaikh Shalih As-Suhaimi, Asy-Syaikh ‘Ubaid Al-Jabiri dan selain mereka yang mengikuti langkah-langkah mereka di atas manhaj Salaf. (Makanatu Ahli Hadits karya Asy-Syaikh Rabi bin Hadi Al-Madkhali dan Wujub Irtibath bi Ulama)
Wallahu a’lam.

No comments: